This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.This theme is Bloggerized by Lasantha Bandara - Premiumbloggertemplates.com.

Jam

Pages


welcome to blog sukmaone.blogspot.com

Kamis, 24 November 2011

Rabu, 23 November 2011

Pembina Desa Jagabaya

Nama              : Widyasari, S.SiT
TTL                : Jakarta, 1 Agustus 1975
Bertugas sejak : 2007

Selasa, 22 November 2011

Penyakit Pertusis/ Batuk Rejan


Definisi

Pertusis ialah infeksi akut sal napas yang disebabkan oleh Haemophylus pertusis (Bordet Gengou).
Gejala yang spesifik adalah batuk-batuk yang berulang dengan adanya “whooping

Penyakit ini tersebar di seluruh dunia, di tempat-tempat yang padat penduduknya dapat berupa epidemi pada anak-anak, mudah menular

Patologi
µ        Lesi tdpt di bronchi dan bronchioli, bisa juga di trachea, larynx dan nasopharynx
µ        Basil bersarang di cilia epitel torak dari mukosa, menimbulkan eksudasi yang mukopurulen
µ        Lendir yang terbentuk dpt menyumbat bronchi kecil, menimbulkan emfisema dan atelectase
µ        Eksudasi dpt sampai ke alveoli dan menimbulkan infeksi sekunder
µ        Kelainan pulmonum dpt menimbulkan bronchiectasis

Gejala Klinik

µ        Masa Inkubasi: 7 – 14 hari
µ        Penyakit berlangsung 6 minggu atau lebih
µ        Terdiri dari 3 stadium:
1.       Stadium kataralis
Mula-mula batuk ringan, makin lama makin berat terjadi siang dan malam
Disertai muntah-muntah, pilek, panas dan anorexia
2.       Stadium spasmodik
Tjd batuk yang spesifik yaitu batuk sangat berat sampai anak gelisah, muka merah dan sianosis, batuk panjang disertai muntah, sputum yang kental, kadang sampai terjadi perdarahan subconjungtiva dan epistaksis
3.       Stadium convalescense
Pd minggu ke-4 batuk berkurang, muntah berkurang, mulai nafsu makan

Diagnosis
µ        Batuk yg karakteristik
µ        Leukosit yang meningkat dan limfositosis
µ        Isolasi kuman dr sekret yg keluar wkt batuk

DD/ dengan:

µ        Bronchitis
µ        Bronchiolitis
µ        Interstitiel Pneumonitis

Penyakit Difteri

Definisi
     Penyakit akut yg disebabkan oleh basil gram Æ Corynebacterium diphteriae pd selaput-selaput mucosa dengan ciri-ciri yg sangat katarestik ialah terbentuknya pseudomembran berwarna kuning kelabu, susah diangkat dan mudah berdarah

Etiologi
1.      Basil gram Æ Corynebacterium diphtheriae
II.    Polimorf, tidak bergerak, tidak membentuk spora
3 tipe
a.       Gravis
b.       Mitis
c.       Intermediate

Epidemiologi
    Terdapat di negara berkembang

Insidens
a.       Terutama pada anak-anak umur 2 – 5 tahun
b.      Jarang pd bayi < 6 bulan atau > 10 tahun

Cara Penularan
   Kontak dengan penderita/ carrier
    Droplet infection/ makanan terkontaminasi
Masa Tunas
      2 – 7 hari
Imunisasi
    DPT 0.5 cc i.m
    Mulai umur 3 bulan, 3x berturut-turut tiap bulan
    Booster umur 1½  - 2 tahun, dan 5 tahun
   Lalu setiap 5 tahun sampai 15 tahun suntikan DT

Patogenesis dan Gejala-gejala
a.       Kuman membentuk pseudomembran berwarna putih kelabu sukar diangkat dan bila dipaksakan mudah terjadi perdarahan.
Dpt meluas ke hidung, pharynx, tonsil, larynx, trachea dan menyebabkan obstruksi jalan napas dengan gejala sesak napas, cyanosis, stridor inspiration, retraksi daerah epigastrium, suprasternum, sekitar clavicula dan antar iga
b.       Kuman membentuk eksotoksin yang menyebar secara hematogen dan limfogen ke
                                                               i.      Kelenjar-kelenjar regional (bull neck)
                                                             ii.      Jantung (myocarditis)
                                                           iii.      Hati (perlemakan dan nekrosis)
                                                           iv.      Saraf (degenerasi, demyelinisasi, paresis, paralisis)
Kematian terjadi karena shock, obstruksi jalan napas , decompensatio cordis atau bronchopneumonia

   Parese paling sering pada otot-otot palatum à sering keselek
  Parese diaphragma paling berbahaya


Klasifikasi
      Menurut tpt infeksi dpt dibagi atas:
1.       Rhinitis Difterika
Sangat jarang (2%)
Gejala: dypsnoe, epistaksis, sekret hidung purulent sanguinosa
DD/ dengan corpus alienum dan lues congenital
2.       Tonsilitis atau Tonsilopharyngitis Difterika
Paling sering dijumpai
Frekuensi sangat tinggi
Infeksi meliputi pharynx, tonsil, adenoid, uvula, palatum molle
Gejala:   tapak sakit berat, panas, dyspnoe, sakit tenggorok terutama bila menelan, stridor inspirasi dan biasanya disertai pembengkakan kelenjar regional (bull neck)
DD/ dengan:
-          Tonsilitis folikularis
-          Angina Plaut Vincent
-          Angina Agranulositik
3.       Laryngitis atau Laryngotracheitis Diferika
Frekuensi: 25% sebagai perluasan pharyngitis difterika
Gejala khas: anak gelisah, ketakutan, dyspnoe, cyanosis, stridor inspirasi, retraksi epigastrium, suprasternal, clavicula, antar iga
Biasanya terdapat bull neck
DD/ dengan:
-          laryngitis akuta
-          laryngi-tracheitis
-          bronchitis acuta
-          asthma bronchiale
-          corpus alienum di larynx
4.       Difteri kulit
Sangat jarang, dapat timbul di daerah telinga, conjungtiva, umbilicus, vagina

Diagnosis
%      Terdapat pseudomembran yang khas
%      Menemukan kuman secara langsung/ biakan

Lab
     Leukositosis, Hb dan eritrosit menurun 
-            Dalam urine, mungkin ada: albumin uria, torak hyalin, eritrosit dan leukosit

Komplikasi
1.       Traktus respiratorius
·         Obstruksi jalan napas
·         Bronchopneumonia
·         Atelectasis
2.      Cardiovasculer
·         Myocarditis
·         Decompensatio cordis kanan dan kiri
\3.     Tractus urogenitalis
·         Nefritis akuta
4.      Susunan saraf
·         Neuritis
·         Paralisis palatum, otot mata, muka, leher, ekstremitas
·         N.phrenicus pada yg sangat berat
Therapy
1.       Isolasi
2.       Istirahat total
3.       ADS 20.000 u 2 hari berturut-turut
4.       Penicillin Procaine 50.000 u/ kgBB/ hari sampai panas turun 3 hari
5.       Corticosteroid 5 – 15 g/ kgBB/ hari atau prednison 2 mg/ kgBB/ hari
Corticosteroid diberikan selama 3 minggu dan dihentikan dengan tappering off utk mencegah rebound phenomena.
Tujuan pemberian kortikosteroid:
-          anti infeksi

PENYAKIT KUSTA



DEFINISI PENYAKIT KUSTA

Penyakit kusta adalah penyakit kronik (menular menahun) yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium leprae yang pertama kali menyerang susunan saraf tepi, selanjutnya menyerang kulit, mukosa (mulut), saluran pernapasan bagian atas, sistem retikulo endotelial, mata, otot, tulang dan testis.
             Penyakit kusta jarang sekali ditemukan pada bayi. Angka kejadian penyakit kusta meningkat sesuai umur dengan puncak kejadian pada umur 10-20 tahun (Depkes RI, 2006). Penyakit kusta dapat mengenai semua umur dan terbanyak terjadi pada umur 15-29 tahun. Serangan pertama kali pada usia di atas 70 tahun sangat jarang terjadi.
           Kejadian penyakit kusta pada laki-laki lebih banyak terjadi dari pada wanita, kecuali di Afrika, wanita lebih banyak terkena penyakit kusta dari pada laki-laki (Depkes RI, 2006). Menurut Louhennpessy dalam Buletin Penelitian Kesehatan (2007) bahwa perbandingan penyakit kusta pada penderita laki-laki dan perempuan adalah 2,3 : 1,0, artinya penderita kusta pada laki-laki 2,3 kali lebih banyak dibandingkan penderita kusta pada perempuan. Menurut Noor dalam Buletin Penelitian Kesehatan (2007) penderita pria lebih tinggi dari wanita dengan perbandingannya sekitar 2 : 1.
           Penderita penyakit kusta menimbulkan gejala yang jelas pada stadium lanjut dan cukup didiagnosis dengan pemeriksaan fisik tanpa pemeriksaan bakteriologi. Ada 3 tanda – tanda utama yang dapat menetapkan diagnosis penyakit kusta yaitu: Lesi (kelainan) kulit yang mati rasa, penebalan saraf tepi yang disertai dengan gangguan fungsi saraf, dan adanya bakteri tahan asam di dalam kerokan jaringan kulit. Pemeriksaan kerokan hanya dilakukan pada kasus yang meragukan. Apabila ditemukan pada seseorang salah satu tanda - tanda utama seperti diatas maka orang tersebut dinyatakan menderita kusta (Depkes, 2006).
           Di Puskesmas/ Rumah sakit, penderita akan mendapatkan terapi anti kusta Multi Drug Therapy (MDT) agar tidak menjadi sumber penularan, selain menghindari kemungkinan cacat menjadi besar.


TANDA TANDA PENYAKIT KUSTA

1. Bercak/kelainan kulit yang merah atau putih di bagian tubuh, kulit mengkilap, bercak yang tidak gatal.
2. Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat atau tidak berambut, lepuh tidak nyeri.
3. Tanda-tanda pada saraf adalah sebagai berikut: rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka, gangguan gerak anggota badan atau bagian muka, adanya cacat, dan luka yang tidak mau sembuh (Depkes RI, 2006).

           KLASIFIKASI KUSTA MENURUT WHO

Kelainan kulit dan hasil pemeriksaan
PB
MB
1.bercak (makula) mati rasa :
a)   Ukuran
b)   Distribusi

c)   Konsistensi
d)  Batas
e)   Kehilangan rasa pada bercak

f)    Kehilangan kemampuan berkeringat, rambut rontok pada bercak

Kecil dan besar
Uniteral atau bilateral asimetris
Kering dan kasar
Tegas
Selalu ada dan jelas


Selalu ada dan jelas


Kecil-kecil
Bilateral simetris

Halus,berkilat
Kurang tegas
Biasanya tidak jelas,jika ada,terjadi pada yang sudah lanjut
Biasanya tidak jelas,jika ada,terjadi pada yang sudah lanjut
2.infiltrat :
a)   Kulit
b)   Membran mukosa (hidung tersumbat, pendarahan di hidung)
c)   Ciri-ciri





d)  Nodulus
e)   Deformitas

Tidak ada
Tidak pernah ada


Central healing (penyembuhan di tengah)




Tidak ada
Terjadi dini

Ada,kadang-kadang tidak ada
Ada,kadang-kadangtidak ada


i.      punched out lesion (lesi bentuk seperti donat)
ii.      madarosis
iii.      ginekomasti
iv.      hidung pelana
v.      suara sengau
Kadang-kadang ada
Biasanya simetris, terjadi lambat

PENCEGAHAN PRIMER
           a. Penyuluhan kesehatan
Pencegahan primer dilakukan pada kelompok orang sehat yang belum terkena penyakit kusta dan memiliki resiko tertular karena berada disekitar atau dekat dengan penderita seperti keluarga penderita dan tetangga penderita, yaitu dengan memberikan penyuluhan tentang kusta. Penyuluhan yang diberikan petugas kesehatan tentang penyakit kusta adalah proses peningkatan pengetahuan, kemauan dan kemampuan masyarakat yang belum menderita sakit sehingga dapat memelihara, meningkatkan dan melindungi kesehatannya dari penyakit kusta. Sasaran penyuluhan penyakit kusta adalah keluarga penderita, tetangga penderita dan masyarakat (Depkes RI, 2006)

           b. Pemberian imunisasi
Sampai saat ini belum  ditemukan upaya pencegahan primer penyakit kusta seperti pem’berian imunisasi (Saisohar,1994). Dari hasil penelitian di Malawi tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebesar 50%, sedangkan pemberian dua kali dapat memberikan perlindungan terhadap kusta sebanyak 80%, namun demikian penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia karena penelitian beberapa negara memberikan hasil berbeda  pemberian vaksinasi BCG tersebut (Depkes RI, 2006).
 
PENCEGAHAN SEKUNDER

Pengobatan pada penderita kusta untuk memutuskan mata rantai penularan, menyembuhkan penyakit penderita, mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan. Pemberian Multi drug therapy pada penderita kusta terutama pada tipe Multibaciler karena tipe tersebut merupakan sumber kuman menularkan kepada orang lain (Depkes RI, 2006).

Senin, 21 November 2011

Kesubag Tata Usaha

Nama                   : H.M. Soleh, SKM
TTL                      : Tangerang, 11 Maret 1970
Bertugas sejak      : 1994 s/d sekarang

Alamat UPT Puskesmas Parungpanjang





Jl. M. Toha No. 3 Desa Parungpanjang Kecamatan Parungpanjang Kabupaten Bogor Propinsi Jawa Barat
Telp. 021. 5978820
Kode Pos 16630

Sabtu, 19 November 2011

DIARE DAN PENANGGULANGANNYA


Defenisi 

Diare adalah Suatu penyakit dengan tanda-tanda adanya perubahan bentuk dan konsistensi dari tinja , yang melembek sampai mencair dan bertambahnya frekwensi berak lebih dari biasanya. (3 kali atau lebih dalam 1 hari. 

  • Lingkungan , Gizi , Kepadatan pendudukan
  • Pendidikan Sosial Ekonomi dan Prilaku Masyarakat

Peradangan usus oleh agen penyebab : 
  1. Bakteri , virus, parasit ( jamur, cacing , protozoa) 
  2. Keracunan makanan/minuman yang disebabkan oleh bakteri maupun bahan kimia 
  3. Kurang gizi 
  4. Alergi terhadap susu 
  5. Kekebalan Tubuh 


Infeksi oleh agen penyebab terjadi bila makan makanan / air minum yang terkontaminasi tinja / muntahan penderita diare. Penularan langsung juga dapat terjadi bila tangan tercemar dipergunakan untuk menyuap makanan. 

 
Tatalaksana penderita diare yang tepat dan efektif : 

Tatalaksana penderita diare di rumah 

  1. Meningkatkan pemberian cairan rumah tangga (kuah sayur, air tajin, larutan gula garam, bila ada berikan oralit) 
  2. Meneruskan pemberian makanan yang lunak dan tidak merangsang serta makanan ekstra sesudah diare. 
  3. Membawa penderita diare ke sarana kesehatan bila dalam 3 hari tidak membaik atau : 
  • buang air besar makin sering dan banyak sekali 
  • muntah terus menerus 
  • rasa haus yang nyata 
  • tidak dapat minum atau makan 
  • demam tinggi 
  • ada darah dalam tinja

Kriteria KLB/Diare : 

Peningkatan kejadian kesakitan/kematian karena diare secara terus menerus selama 3 kurun waktu berturut-turut (jam, hari, minggu). - Peningkatan kejadian/kematian kasus diare 2 kali /lebih dibandingkan jumlah kesakitan/kematian karena diare yang biasa terjadi pada kurun waktu sebelumnya (jam, hari, minggu). - CFR karena diare dalam kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih dibandingkan priode sebelumnya. 


Informasi kemungkinan akan terjadinya KLB / wabah adalah dengan melaksanakan Sistem Kewaspadaan Dini secara cermat, selain itu melakukakukan langkah-langkah lainnya : 
  1. Meningkatkan kewaspadaan dini di puskesmas baik SKD, tenaga dan logistik. 
  2. Membentuk dan melatih TIM Gerak Cepat puskesmas. 
  3. Mengintensifkan penyuluhan kesehatan pada masyarakat 
  4. Memperbaiki kerja laboratorium 
  5. Meningkatkan kerjasama dengan instansi lain
  6.  

FOGGING/ PENGASAPAN BUKAN PENCEGAHAN DEMAM BERDARAH (DBD)


Sebenarnya apa yang salah dengan Informasi Edukasi selama ini? mengapa sudah seringnya sosialisasi ke masyarakat melalui berbagai media namun tetap saja ada kejadian masyarakat emosi menginginkan fogging (pengasapan) di suatu lokasi yang "katanya" telah berjangkit kasus Demam Berdarah Dengue (DBD)? padahal utk pelaksanaan fogging ada berbagai syarat sesuai dengan hasil penyelidikan epidemiologi dan prosedur yang berlaku.

Hasil analisa  Penyelidikan Epidemiologi (PE) diantaranya sbb:
  1. Ada tambahan satu atau lebih kasus DBD dalam 3 minggu yang lalu
  2. Adanya tambahan penderita kasus DBD yang meninggal dalam periode 3 minggu yang lalu
  3. Adanya tambahan kasus DBD 1 orang dan ada 3 penderita panas tanpa sebab yang jelas dalam periode 3 minggu serta adanya jentik dengan House Index lebih dari 5%
  4. Adanya tambahan kasus DBD 1 orang dengan dengan Index kasus meninggal
  5.  Index kasus meninggal tetapi tidak ada tambahan kasus
  6. Ada tambahan 1 kasus DBD dan ada jentik dengan House index kurang dari 5%
  • Bila terpenuhi kriteria 1,2 dan 3/4 dilakukan fogging fokus seluas 1 RW/Dukuh/300 rumah seluas 16 Ha, sebanyak 2 siklus dengan interval 7-10 hari dan PSN diluar dan di dalam rumah.
  • Bila Hanya terpenuhi no 5/6, maka diharapkan menggerakkan masyarakat utk melaksanakan PSN, selanjutnya dilakukan pengamatan ke II, 3 minggu yang akan datang sejak tanggal sakit Index kasus.
  • Bila pada PE yang ke II ditemukan tambahan 1 kasus DBD dilakukan fogging seluas 300 rumah atau 1 RW/Dukuh sebanyak 2 siklus dengan interval 7-10 hari.
Kadang masyarakat juga berani mendiagnosa sendiri layaknya dokter, padahal utk mengatakan itu Demam Berdarah/ bukan harus menggunakan disiplin ilmu medis.

Di setiap Puskesmas pasti pernah mengalami hal serupa, didatangi warga yang emosi sambil mengatakan 

"Mana gerakannya Puskesmas?!!?.............. " Kok Puskesmas diam saja... apakah harus nunggu ada korban yang meninggal baru mau nyemprot?"

Bagaimanapun, pencegahan terbaik DBD adalah PSN (Pemberantasan Sarang Nyamuk). Fogging hanya membunuh nyamuk dewasa tapi tidak membunuh jentik nyamuk yang ada di genangan air sebagai sarang nyamuk.

Aktifkan  kembali kegiatan  Juru Pemantau Jentik ( Jumantik ) di setiap RT atau RW di lingkungan kita , lakukan minimal seminggu sekali pemantauan jentik di sekitar rumah/ lingkungan kita baik di dalam dan di luar rumah.